Payload Logo
6-389420251125185118340.jpg
Dilihat 0 kali

Wakil Ketua DPRD Kota Bontang, Siti Yara, saat ditemui usai rapat paripurna, Jumat 15 Agustus 2025 (dok: agu/katakaltim)

Wakil Ketua DPRD Bontang Ingatkan Pemkot Minimalisir Kasus Pelecehan Jangan Hanya Seremonial

Penulis: Agu | Editor:
18 Agustus 2025

BONTANG — 33 kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak di Kota Bontang sepanjang Januari hingga Juli 2025. Data itu setidaknya yang telah ditangani Polres Bontang.

Belum lagi potensi besar adanya pelecehan namun tidak diketahui lantaran korban takut untuk melaporkan.

“Itu kan ada 33 kasus ya. Miris sekali. Kemarin kita sudah usulkan anggaran untuk penanganan ini,” ucap Wakil Ketua DPRD Kota Bontang, Siti Yara saat ditemui, Jumat 15 Agustus 2025.

Dari data tersebut, persetubuhan menempati posisi paling tinggi. Sebanyak 16. Pencabulan juga ada 6 kasus. Kemudian kekerasan terhadap anak 5 kasus.

Kemudian 4 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada juga perzinahan dan penganiayaan masing-masing 1 kasus.

Mengetahui kasus tersebut, Siti yang merupakan figur perempuan yang satu-satunya duduk di kursi parlemen Bontang, tentu saja sangat prihatin mengenai masalah ini.

Politisi PKB itu mengaku telah memberi peringatan kepada pemerintah, khususnya organisasi perangkat daerah (OPD) terkait agar lebih maksimal dalam sosialisasi.

Artinya, sosialisasi tidak saja dalam momentum-momentum tertentu. Atau bukan hanya sosialisasi yang sifatnya seremonial. Tapi betul-betul dimasifkan.

“Kita juga sudah ingatkan pemerintah. Supaya lebih maksimal melakukan sosialisasi dari sejak dini. Kita juga mau semua masyarakat terlibat soal ini,” tandasnya.

“Artinya, kita maunya ada sosialisasi yang sering. Supaya anak-anak kita bisa lebih cerdas. Paham apa itu pelecehan seksual,” sambungnya.

Jangan Tinggal Diam

Selain mendorong penganggaran yang lebih besar untuk penanganan ini, Siti juga meminta para korban jangan tinggal diam apabila diperlakukan demikian.

Jangan sampai, kata Siti, diamnya korban, akan menambah korban-korban lainnya. Situasi ini jangan sampai membuat pemerintah dan pihak terkait kalang-kabut mengatasi problem ini.

“Intinya korban jangan diam. Diamnya bisa jadi menambah korban. Apalagi kasus yang kemarin itu (ayah tiri lecehkan anaknya, red), itu memprihatinkan sekali,” tandas Siti.

Dia mengaku yakin bahwa masalah ini seperti fenomena gunung es. Artinya, masih ada banyak yang belum melaporkan. Untuk itu, kembali lagi dia tegaskan, harus ada sosialisasi yang membangun pemahaman.

Termasuk membangun mental keberanian agar anak-anak bisa melaporkan jika ada kasus serupa. Bukan saja setelah terjadi, tetapi anak-anak harus mengerti potensi-potensi pelecehan ini.

“Yaa kita harus sama-sama mendorong lah. Ini tanggung jawab kita semua. Tapi tentu yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah. Bagaimana pemerintah punya tools (alat) dan punya kekuatan untuk ini. Apalagi, sekali lagi ya, jika ini didukung dengan anggaran,” pungkasnya. (*)