BONTANG — Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur penentuan batas wilayah pengelolaan laut daerah yang membahas penentuan garis pantai, batas wilayah bagi hasil kabupaten/kota, serta kewenangan setiap daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa batas maksimal wilayah laut provinsi sejauh 12 mil, sedangkan batas bagi hasil kelautan kabupaten/kota maksimal sejauh 4 mil laut.
Karena aturan tersebut, Pulau Beras yang jaraknya sejauh 12 Kilometer atau 7 mil lebih, berada di bawah kebijakan Provinsi Kaltim, bukan Kota Bontang.
Ketua Komisi B DPRD Kota Bontang, Rustam, mengaku saat ini pihaknya tengah memperjuangkan masalah ini.
"Ya, ini yang sedang kita perjuangkan saat ini,” ucapnya kepada katakaltim saat ditemui di Kantor DPRD Kota Bontang beberapa waktu lalu.
Bahkan, politisi Golkar itu mengaku sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Termasuk Ketua Komite I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI, Andi Sofyan Hasdam.
“Ini sudah kami komunikasikan. Sudah saya sampaikan ke ayahanda Sofyan Hasdam, cabut aturan terebut karena ini Beras Basah tidak bisa kita ambil," bebernya.
Lebih jauh dia menambahkan bahwa, masyarakat yang terdapat di Beras Basah beridentitas atau ber KTP Bontang, di mana kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan yang rentan mengalami kecelakaan kerja.
"Kalau ada nelayan tenggelam, siapa yang disalahkan? Pemerintah Bontang, padahal itu wilayah Provinsi," cecarnya.
Seperti peristiwa yang belum lama ini terjadi, ada wisatawan asal Kota Balikpapan yang menjadi korban tenggelam saat menggunakan fasilitas di Pulau Beras Basah. Namun yang mendapat kritikan warga adalah pemerintah Kota Bontang.
"Kita yang di-Bully, karena dianggap masuk pengawasan kita. Padahal tidak dapat apa-apa kita di sana. Makanya saya bilang bagaimana supaya regulasi itu bisa diperjuangkan, jadi sekalian kita yang mengawasi daerah laut yang berapa mil itu," tegasnya. (Adv/cca)












