Bontang — Kepala Dinkes Bontang Bahtiar Mabe cenderung meragukan data persentase yang dikeluarkan oleh Survei Kesehatan Indonesia (SKI) terkait angka Stunting di Kota Taman.
Karena itu Dinkes Bontang melakukan operasi timbang untuk setiap bayi di Kota Bontang. Menurutnya, kepastian data secara keseluruhan akan memungkinkan melalui metode operasi timbang ini.
Baca Juga: Pengidap HIV di Kota Taman Melonjak, Bahtiar Mabe: Bontang Ini Kan ‘Banyak Gulanya’
“Jadi data stuntung berdasarkan SKI itu kan memang seluruh Indonesia prosesnya sama. Kalau Bontang 27 persen. Nah kita ragu dengan data itu, makanya kita lakukan cara lain, yaitu door to door atau orang perorang kita timbang,” ucap Kepala Dinkes Bontang saat ditemui di ruangannya, Senin (3/6) kemarin.
Baca Juga: Banyak Sampah Bertumpuk di Wilayah Pesisir Bontang, Pengaruhkah Terhadap Stunting?
“Dengan demikian kita bisa temukan data yang valid menurut versi kita. Nahh ini sudah berjalan. Nanti rencananya kita mau seremonialkan. Insyaallah rencananya bulan ini,” sambungnya.
Bahtiar Mabe lebih lanjut menerangkan masalah stunting tidak sepenuhnya dibebankan kepada Dinkes, tetapi setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memungkinkan untuk terlibat.
Dirinya mengklarifikasi bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan amanat melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Berdasarkan Perpres itu, kata dia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditugaskan sebagai koordinator pelaksanaan percepatan penurunan stunting di lapangan. Karena itu ditegaskannya, tidak semuanya ditangani oleh Dinkes.
“Stunting ini bukan hanya Dinkes aja (yang harus sibuk-red), banyak OPD yang terlibat di dalamnya. Sebenarnya itu yang paling berperan juga adalah BKKBN. Kalau begitu otomatis ke daerah itu tidak cuma satu OPD kan,” terangnya.
“Namun sekarang kita sudah lakukan komunikasi dan koordinasi. Nah hasilnya nanti akan kita lihat. Harapan kita semuanya bahwa angka stunting tidak seperti itu lah hasilnya. Dari hasil (koordinasi) itu nanti, kita sampaikan lah ke pusat, bahwa hasilnya begini, dan metodenya seperti ini,” tambah Kadis.
Meski demikian Kadis mengaku data yang dikeluarkan SIK untuk sementara ini diterima karena begitu lah cara yang digunakan setiap wilayah di Indonesia. Ini bukan berarti tiap-tiap daerah tidak boleh menggunakan cara-cara lain untuk memastikan data tersebut.
“Sementara ini kita harus terima yang 27 persen itu, karena metodenya untuk seluruh Indonesia kan sama. Sembari kita cari metode-metode yang lain. Salah satunya operasi timbang itu. Jadi di Bontang ini masih data sementara, ini kan belum selesai,” tandasnya.
“Sebenarnya di operasi timbang ini selain mendapatkan data valid, kita juga bisa sortir data yang sudah lama. Nah kalau stunting ini tidak ada tambahan, yaa sudah pasti berkurang dari tahun ke tahun, karena batasnya cuma 5 tahun sudah harus dikeluarkan,” ucapnya.
Bahtiar pun meminta agar seluruh elemen masyarakat bekerja sama menyelesaikan masalah ini. Karena itu ia menyeru masyarakat berupaya agar tidak lagi ada bayi terdampak stunting. Bahkan lebih jauh Kadis lagi-lagi meminta untuk merapikan data tersebut.
“Nah yang sekarang ini harus digalakkan adalah jangan ada stunting yang baru. Nahh di sini kita bekerja sama dengan Kementerian Agama supaya nanti kita berikan penyuluhan, mengajarkan kepada anak-anak yang calon pengantin itu agar penyiapkan diri sebelum menikah. Untuk bisa mengobati stunting itu kan sejak lahir sampai dua tahun itu masih bisa. Tapi kalau sudah lewat dua tahun sulit juga,” terangnya.
“Yang kita sanksikan di sini adalah persoalan data itu yang kurang valid. Tidak terupdate. Artinya, yang usianya sudah 5 tahun ke atas harus dikeluarkan dari data itu. Misalnya yang 27 persen tadi itu, kalau di dalamnya ada (yang 5 tahun ke atas), sudah harus dikeluarkan. Tapi sekali lagi yang terpenting sekarang ini adalah bagaimana supaya tidak ada yang terdampak stunting lagi,” tukasnya.