Dibaca
230
kali
Pengamat psikologi sosial, alumni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Firman Afrianto (dok: sandi/katakaltim)

19 Juta Lapangan Kerja Baru: Antara Realisasi Janji dan Dilematis Gen Z

18 February 2025
Font +
Font -

Katakaltim — Kali ini redaksi katakaltim akan menyajikan opini dari salah satu pengamat psikologi sosial, alumni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Firman Afrianto, tentang kinerja Jokowi dan tagar #KaburAjaDulu yang saat ini tengah viral. Berikut opininya.

Pemerintahan Prabowo—Gibran sudah melewati 100 hari pertama kerja. Namun, realisasi janji untuk meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif dan mengembangkan infrastruktur yang tertuang dalam Asta Cita pemerintahan Prabowo—Gibran masih belum terealisasi secara konkret.

Hal ini juga dipertegas oleh ucapan Gibran Rakabuming Raka saat debat calon Wakil
Presiden 2024. Dimana Gibran menyampaikan secara tegas bahwa akan membuka "19 juta
lapangan untuk generasi muda dan perempuan". Namun, sebagian besar masyarakat menilai
bahwa negara seolah acuh tak acuh soal lapangan pekerjaan. Lalu apa yang bisa kami
harapkan dari negara ini ?

Akhir-akhir ini tagar #KaburAjaDulu pun menjadi perbincangan hangat di berbagai platform sosial media. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah tagar tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat wabilkhusus generasi muda terhadap pemerintahan Prabowo—Gibran yang dinilai cenderung lamban dalam mengeksekusi program kerja? Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa muncul dalam dua versi.

Pertama akan mengatakan, pemerintah tetap mengupayakan untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas melalui kewirausahaan dan mengutamakan tenaga kerja lokal guna mengurangi angka pengangguran. Bukan hanya itu, pemerintah juga akan mendorong perusahaan untuk menempatkan angkatan kerja yang berusia 18 - 24 tahun sebagai karyawan tetap (kartap) melalui subsidi premi asuransi untuk pekerja selama 12 bulan.

Baca Juga: Budaya fomo kerap diletakkan pada gen z (Foto: ist)Gen Z, Makhluk FOMO dan Suka Belanja yang Tak Penting..?? 

Kedua, tagar #KaburAjaDulu merupakan bentuk kampanye protes generasi muda terhadap ketimpangan sosial ekonomi yang dirasakan oleh generasi muda saat ini, baik dari segi biaya pendidikan yang mahal sampai dengan minimnya lapangan pekerjaan. Beberapa negara seperti Jepang, Australia, Amerika dan Jerman menjadi pilihan generasi muda dalam mengembangkan karier pekerjaan karena dianggap lebih menjanjikan dalam memberikan kesejahteraan.

Dari dua jawaban di atas sama-sama benar, namun realitas dilapangan banyaknya perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan. Jika dilihat dari kacamata bisnis perusahaan yang melakukan PHK adalah hal yang wajar. Mengapa? Karena perusaahan akan berhitung matematis-ekonomis untung-rugi dalam menetapkan sebuah kebijakan. Hanya saja jika kita menelisik lebih jauh, hal ini tentu akan semakin menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan sebuah pekerjaan. Sebab, ketersediaan lapangan kerja sudah sangat minim, hal ini tentu akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.

Dilematis Gen Z

Salah satu isu utama yang dimiliki Indonesia saat ini adalah masalah pengangguran. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2024 mencapai 7.47 juta orang. Angka ini setara dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4.91% Ada beberapa penyebab pengangguran di Indonesia, diantaranya kurangnya dari sisi keterampilan dan pendidikan serta meningkatnya jumlah angkatan kerja dan lapangan kerja yang tidak seimbang.

Mengutip data dari Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas terhadap data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum.

Di samping itu, ada pula hasil olah data yang menunjukkan bahwa generasi Z (lahir 1997-2012) lebih sulit mencari kerja. Data Sakernas Agustus 2017 dan Agustus 2022 memperlihatkan adanya penurunan jumlah serapan kerja dan penambahan durasi mendapatkan kerja yang dialami lulusan baru (fresh graduate) di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya pemerintah berupaya dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru melalui UU Cipta Kerja. Tujuan dari munculnya UU Cipta kerja adalah untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui kemudahan dan simplikasi perizinan, pemberdayaan UMK-M dan koperasi, serta penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan keadaan saat ini yang dimana banyak masyarakat khususnya generasi muda yang mempertanyakan janji pemerintah yang akan membuka lapangan pekerjaan baru,
pengembangan koperasi dan memasifkan pemberdayaan UMK-M.

Lalu bagaimana cara pemerintah mencapai cita-cita besar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 ? Bukankah salah satu aset terpenting dari sebuah bangsa adalah generasi muda yang nantinya akan meneruskan cita-cita bangsa Indonesia? Pada Hari pahlawan 10 November tahun 1961 Presiden Soekarno pernah berpidato
dengan lantang dan lugas “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia” dari pidato bung Karno ini kita kembali diingatkan bahwa generasi muda memiliki peran yang sangat luar biasa dalam menata dan membangun bangsa.

Persoalan paling fundamental yang saat ini dirasakan oleh generasi muda saat ini adalah pendidikan yang semakin mahal, lapangan pekerjaan yang semakin minim, karier pekerjaan dan upah yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup dan masih banyak lagi.

Kenyataannya memang demikian, bahwa UU Cipta Kerja hanya sebuah wacana pemerintah dan hanya akan menjadi sebuah strategi dan janji politik jijik yang disampaikan 5 tahun sekali oleh setiap kandidat saat kampanye berlangsung. Dengan tegas mereka menyampaikan bahwa mereka memiliki cara jitu dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Namun yang terjadi dari semua itu ketika mereka terpilih kenyataannya itu hanyalah sebuah omon-omon belaka. Sehingga wajar jika generasi muda saat ini selalu membandingkan kesejahteraan hidup antara dalam dan luar negeri. Harusnya negara hadir untuk memberikan semangat dan motivasi kepada generasi muda, kehadiran negara tentu tidak terlepas untuk terciptanya sebuah negara yang menyejahterakan (welfare staat) dimana pemerintah memegang peranan penting dalam menjamin kesejahteraan bagi warga negaranya.

Welfare staat sebagai suatu konsep negara kesejahteraan yang selama ini selalu dikumandangkan nyatanya masih jauh dari harapan. Salah satu amanat Pembukaan UUD
1945 "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai
diktum welfare staat di Indonesia. Namun faktanya negara tidak pernah bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya.

Sangat ironis, seharusnya jika benar negara berada di pihak rakyat untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerderdaskan kehidupan bangsa, tentu banyak lapangan pekerjaan yang terbuka untuk generasi muda dan tentu tidak ada lagi generasi muda yang menangis karena mahalnya biaya pendidikan.

Oleh sebab itu, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa persoalaan lapangan pekerjaan dan tagar #KaburAjaDulu yang menjadi topik hangat di media sosial merupakan masalah yang serius dan pemerintah harus merespons secara serius juga. Setidaknya pemerintah bisa memberikan wadah yang tepat untuk memupuk generasi muda bangsa.

Kita perlu menghayati pendapat dari Sutan Syahrir “Anak muda boleh pandai beretorika, tapi juga harus sadar untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita- cita”. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sudah seharusnya memperhatikan generasi muda untuk bersama-sama dalam mencapai Indonesia Emas 2045. (*)

Penulis: Firman Afrianto Pengamat Psikologi Sosial

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >